Sabtu, 10 Agustus 2013

Merayakan Cinta Bersama Mujahid Kecil


Alhamdulillahirrobil'aalamiin.. Allah, terimakasih untuk nikmat ini... ucapku dalam hati, bersyukur.. Butiran kaca pun tertahan di kelopak mata ini, bukan karena sedih, bukan.. tapi karena Allah begitu sayang pada kami, padaku dan bayiku... untuk bisa bertemu, dalam dunia nyata, melakukan sentuhan antara aku dan bayi, dan memberikanku gelar baru, seorang ibu, karena mulai dititipkan amanah sesosok makhluk kecil nyata sebagai anugerah terindah dariNya.

--23 Juni 2013/ 15 Sya'ban 1434 H Pkl 21.50 Waktu Sudan--

Dear My Little Mujahid, Umma sangad bahagia, bersyukur, dan haru saat mendengar pekik tangisanmu beberapa menit setelah kau keluar dari rahim Umma nak. Sempat rasa gundah melanda saat kau keluar tak bersuara, sakit rasanya ketika melihat mereka para dayyah (bidan) berusaha membuatmu bersuara dengan menepuk- nepuk keras pundakmu, memasukkan sebuah selang entah untuk apa ke dalam tenggorokanmu.. Perih dan ngilu Umma rasakan ketika mendengar suara tenggorokan seperti tersedak saat selang itu dirogoh-rogoh ke dalam tenggorokanmu.. Umma tak tega mengingatnya.. tapi beberapa detik setelah itu, tangismu pecah memenuhi ruangan, dan Umma sangad bahagia. Allah masih memberikan takdir baiknya untuk kita bertemu nak, memberikan amanah baru kepada Umma untuk merawatmu kelak setelah persalinan ini.. Alhamdulillah...Alhamdulillah...sungguh haru..

Dear My Little Mujahid, adalah kebahagiaan terindah saat melihat dirimu bergerak-gerak dalam sebuah ranjang inkubator, helaan nafasmu yang Umma lihat dari kembang kempisnya perutmu, hanya tubuh mungilmu yang sita perhatian Umma, tak peduli perih saat dokter membantu proses penjahitan beberapa saat setelah engkau lahir. Umma hanya ingin cepat menyentuhmu, memelukmu mujahid kecilku. Karena seketika rasa sakit itu sirna terganti bias cahaya syurga yang memancar darimu nak... dirimu keajaiban yang Allah hadirkan di dalam hidup Umma....

Kau adalah cinta Umma dan Abuya nak,, atas penantian panjang lebih dari sembilan bulan kami, berbuah kebahagiaan yang hanya mampu terbahasakan dengan bahasa cinta, bahasa syukur atas nikmat Allah kepada kami, amanah besar membesarkanmu menjadi hamba Allah yang tangguh, tholabul'ilmi, yang hidup dengan cinta penuh kepada Allah dan RosulNya, yang istiqomah kecintaannya pada Islam dan selalu bersemangat untuk memperjuangkan tegaknya islam di bumi Allah.. amiiin..


Dear My little Mujahid, Umma dan Abuya hadiahkan untukmu sebuah nama "AL IZZ Muhammad, yang kami ambil dari seorang ulama dengan julukan “Sultonul Ulama” dari Mesir Al-Izz ibn Abdussalam, nama yang bersinar dalam daftar ulama besar Islam. Kedalaman pengetahuannya tentang syariat, obsesi yang besar tentang permasalahan umat dan solusinya, keberanian dan kejujurannya dalam menghadapi penyimpangan korupsi oleh para penguasa dunia muslim saat itu. Yang tidak terintimidasi oleh kekuatan para penguasa, atau terpikat atau ditakut-takuti oleh banyak godaan menarik yang mereka miliki. InsyaAllah sayangku, insyaAllah semoga pribadi itu juga mengkarakter padamu.. amiiin.. 

***
Aku teringat kisah sembilan bulan lebih yang lalu awal kebahagiaan saat mengetahui diriku hamil, saat periksa melalui USG bersama suami, tertanam sudah 8 minggu sebuah janin kecil buah dari Maha Rahman dan Maha Rahimnya Allah SWT. 
Ketika tiga bulan pertama kualami masa kehamilan dengan kepayahan, bolak- balik mengantor untuk tiga bulan terakhir sebelum akhirnya kuputuskan untuk resign,kurasakan mual tiada henti, bahkan sempat mengalami kecelakaan kecil bersama suami ketika mengendarai sepeda motor, tapi Subhanallah, janin ini begitu kuat, guncangan itu tak mempengaruhinya, ketika dokter mengatakan tidak ada masalah dengan kandunganku pasca kecelakaan tersebut. 

Memasuki bulan keempat, sesuai petunjuk Rosul melalui sabdanya, bahwa kandungan akan ditiupkan ruh oleh malaikat.. dan benarlah, suara detak jantung bayiku begitu membuat takjub. Baru pertama kalinya aku dengar detak jantung begitu debar dan keras. Andaikan saat itu suami menemani dan juga mendengarkan detak jantungnya lewat alat ultrasonografi, pastinya beliau akan bahagia. Tapi jarak Sudan – Indonesia pun memang terasa sangat jauh. Dan hanya bisa kuuntaikan kata pada suamiku tentang berbagi kebahagiaan bahwa janin ini makin sehat dan kuat.
Mengandung itu, menyenangkan. Setiap ceritanya, saat ini membuatku banyak tersenyum, dari cerita yang lucunya, sedih-sedihnya, harunya, bahagianya, semua jadi satu seperti pelangi menghias langit pasca hujan turun. Terlebih saat memasuki bulan bulan terakhir masa mengandung, aku semakin merasa antusias menyambut kehadiran sang mujahid kecil, walaupun tubuh kian berat dibawa kemana-mana, perut, pinggang, punggung yang rasanya bisa lepas sewaktu-waktu, gerak yang terbatas, rasa sakit nyeri yang lebih sering menyapa, semuanya menjadi sebuah kesatuan rasa yang hanya bisa diringankan dengan memperbanyak istighfar dan dzikir baik di hati, lisan, dan perbuatan. Ummahat Indonesia yang berada di Sudan senantiasa mengingatkan untuk terus memperbaiki amalan kala janin makin membesar. Surat-surat panjangNya kusetel setiap hari dan berulang-ulang. Inginku bahwa janin ini juga mulai familiar dengan ayat-ayatNya dan berharap kelak ia cepat menghafal surat-surat di dalam al-qur’an. Terlebih kata mereka, para sahabatku di Sudan ini, bahwa amalan-amalan itu lah yang senantiasa memudahkan saat berkegiatan di usia-usia kehamilanku dan juga memudahkan saat persalinan nanti.
Kisah-kisah haru biru yang kulewati bersama suamiku pun juga banyak saat kehamilannya semakin membesar. Bagaimana kami kais rezeki sedikit demi sedikit untuk persalinan nanti, hingga Allah hibahkan rezeki dengan scenario begitu seru untuk suamiku. Ya, rezeki untuk mendapatkan tugas sebagai Tenaga Musiman Haji tahun 2013 ini. Ah, kalau mengingatnya, kami mungkin akan titikkan air mata. Sungguh! Rezeki Allah SWT itu benar-benar tak terduga dan akan datang melalui pintu dari mana saja.
Sempat didera rasa khawatir, karena mendekati usia kandungan 10 bulan (40 minggu), aku belum menunjukkan masa jelang kelahiran. Tak ada hix atau mulas- mulas pertanda kelahiran. Sahabat-sahabat di Sudan hamper setiap hari bertanya, kapan Al-Izz akan lahir. Bahkan beberapa mahasiswa banat (akhwat) pun sudah membuat schedule jaga pasca persalinanku nanti. Mereka begitu menanti. Ah. Aku pun juga sangad menanti kehadiranmu nak. Tak sabar sebenarnya. Pernah di pekan ke 39, aku merasakan ada cairan agak banyak keluar dari bawah. Kutanya ke salah satu ummahat yang berpengalaman. Indikasi awal kami itu adalah rembesan air ketuban. Segera aku dan suamiku pergi ke rumah sakit. Namun ketika sampai ke rumah sakit, dokter jaga bilang bahwa cairan itu tak akan bermasalah dan aku disuruh kembali pulang. Oalaah, padahal sudah sangat siap, lantas malah disuruh pulang lagi sama si dokter. #tepokjidat
Melewati pekan ke 41, aku perbanyak tilawah, menghafal qur’an, kudekatkan lagi diri ke Robb Pemegang Takdir, curhatku, bahwa aku sangat merindukan hadirnya anakku di dalam dekapku.. tangisku makin pecah hari Sabtu itu, meminta Allah mempercepat waktu kelahiran. Ah, kenapa aku tidak sabar? Padahal bila kita yakin, Allah pun akan hadiahi anugerah sebesar-besarnya untuk kami.
Tepat hari Ahad, pekan ke 41+ 4 hari, mulas- mulas itu datang. Padahal, niat kami, bila sampai hari ahad ini, aku tak merasakan pula mulas-mulas, maka kami akan ambil tindakan induksi. Dan yang pastinya aku pun sudah tahu bahwa konsekuensi dari induksi adalah rasa sakit yang lebih berat daripada rasa kontraksi normal. Namun Allah begitu baik, takdirNya, aku rasakan kontraksi normal. Mulanya kurasakan 10 menit sekali, kemudian menjadi 7 menit sekali, tapi terkadang menjadi 3 atau 4 menit sekali, kemudian berubah menjadi 7 menit sekali. Tidak normal. Dokter mendiagnosis kehamilanku yang sudah melewati masa estimasi persalinan. Bila hingga 6 jam kontraksiku tak mengalami progress, maka mereka akan mengambil tindakan operasi. Innalillah,, aku genggam tangan suamiku, aku hanya ingin persalinan ini normal dan cepat. Bagaimana bisa? Padahal rasa kontraksi ini begitu mengiris- ngiris seluruh tubuh. Sakitnya bukan main. Sedangkan dokter punya planning yang tak sesuai dengan keinginan. Doaku makin kuperkuat. Allah, aku hanya ingin persalinan ini normal. Wondering bila persalinan ini melalui section (operasi), kegiatanku kan makin terbatas karena harus menunggu pemulihan jahitan di perut. Ah, tidak! Kutepiskan bayangan-bayangan operasi, kufokuskan untuk bisa melahirkan normal.
          Enam jam yang diberikan dokter mendekati batas, namun progressku pasif. Dokter sudah menyuruh suamiku untuk siap-siap membeli obat-obatan pendamping operasi, infus, suntikan, dan lain sebagainya. Suamiku menyuruh memperbanyak dzikir dan doa. Aku tetap berdoa, perbanyak dzikir, dan mendoakan untuk umat, kudoakan untuk qiyadah, untuk permasalahan-permasalahan yang sedang melanda umat. Kulihat suamiku sedang berbicara dengan dokter yang memberiku vonis tadi. Entah apa. Tapi kuyakin ia pun sedang membujuk dokter untuk bisa melakukan persalinan normal. Alhasil, dokter memberikanku tambahan waktu hingga 2 jam ke depan. Apabila hingga pukul 9 aku pun masih tak memiliki progress, maka tindakan operasi tetap akan dilanjutkan.
          Sebagai bantuan untuk mempercepat proses keluarnya janin, dokter memberikanku suntikan induksi. Dan itu sangad membuatku makin menderita. Kontraksi bukan hanya terasa permenit sekali, tetapi terus menerus terasa ngilu. Hampir saja aku ingin teriak mengeluh rasa sakit itu, tapi Alhamdulillah yang keluar adalah dzikir dan doa kepada Allah. Rasa sakit itu mungkin agak membuat hilang sikap sopan santunku. Memanggil dayyah yang tua dengan jentikan jari, dan sedikit berteriak saat mereka tak menggubris panggilanku. Dan gilanya, aku bahkan meminta untuk dicek terus menerus dengan kedua jari masuk ke dalam vaginaku. Aku tak tahu apa istilahnya dalam kedokteran, namun cara itu agak membuat rasa kontraksiku berkurang. Hingga aku meyakinkan dokter bahwa si bayi sudah berada di bawah. Caraku pun itu berhasil! Aku diperbolehkan untuk naik ke kursi persalinan. Sedikit membuatku lega, walau rasa kontraksi itu begitu mendera.
Hampir 1 jam aku mengejan berusaha mengeluarkan bayiku. Tak tahu berapa dokter yang membantu proses kelahiranku. Satu, dua, lima! Ditambah satu dayyah tua yang berusaha mencoba mengeluarkan kepala si bayi. Tenagaku makin lemah, karena hampir 12 jam aku berada di rumah sakit ini, tanpa makan, bahkan minum pun aku tak nafsu. Seramah mungkin dokter memberikanku kekuatan lewat supportnya, dan.. “Allah…..!!” keluarlah bayiku tepat pukul 21.50 waktu sudan. Begitu bahagianya melihat si kecil yang sedang diurus oleh para dayyah di atas sebuah ranjang incubator. Aku merasa dekat dengan si kecil. Aku begitu bahagia.
Kebaikan-kebaikan dan kasih sayang Allah pada makhlukNya memang tak terkira. Malam itu pun aku diberikan sebuah hikmah, tentang sesakit apapun derita yang dirasa saat mengandung, saat berusaha untuk mengeluarkan si kecil, tetap dzikir dan do’a adalah penguat jiwa. Apalagi Allah janjikan mustajab doa di masa- masa jihad itu. Dan memang aku pun setuju tentang pertolongan Allah saat kita perbanyak dzikir, perbanyak mengingatNya…. Karena memang belum tentu setelah persalinan itu Allah masih memberikan kesempatan padaku takdir bernyawa. Namun karena doa, sebagai pengubah atau penggeser dari takdir itu, maka Allah masih memberikanku kesempatan kehidupan, bertemu dan memberikan cinta kepada si kecil. Saat persalinanku itupun, bersamaku ada seorang ibu jelang persalinan berkebangsaan Ethiopia. Aku tahu kontraksi itu begitu sakit, sehingga dzikirku makin kuperbanyak ketika dokter memberikanku suntikan induksi. Sang ibu, memang tak diberikan suntikan induksi, tapi mungkin memang rasa kontraksi yang dirasakannya begitu hebat, hingga ia mengaduh dengan bahasanya, membuat suara berisik, karena mungkin tak tahan dengan rasa sakitnya. Aku juga heran dengan para dayyah yang tidak memberikannya support, malah mendiaminya, atau bahkan saat ia berteriak kesakitan, sang dayyah malah mengomelinya. Hingga ia naik ke tempat persalinan, tak lama setelah bayiku lahir. Aku pun masih berada di kursi persalinan sebelahnya menunggu selesai jahitan-jahitan pasca persalinan. Dibantu dengan hanya satu dayyah dan dua dokter ia pun berusaha untuk mengeluarkan sang bayi. Karena ia mengaduh begitu keras dan lagi-lagi membuat suara berisik, sang dayyah pun memarahinya. Terkadang memukul paha dan bokong sang ibu. Ah, kasarnya dayyah itu. Mengejan pertama dan kedua, bayinya masih belum keluar. Hingga ejan yang ketiga, bayinya pun keluar. Namun, ah! Tali pusat bayi melilit agak kencang pada leher sang bayi. Aku yang melihat di samping pun miris. Ketika secepat mungkin dayyah menolong dengan memutar dan melonggarkan tali pusat yang melilit dan memotongnya. Pertolongan selanjutnya yang hampir sama ketika bayiku keluar pun mereka lakukan. Menepuk-nepuk keras punggung sang bayi untuk merangsang bayi agar menangis. Tak berhasil dengan cara itu, sang bayi dimasukkan selang untuk mengeluarkan cairan- cairan ketuban yang didiagnosis banyak masuk ke dalam tubuhnya. Tak juga berhasil. Hingga, ah! Miris sebenarnya, sang dayyah mencoba menggoyang-goyangkan tubuh sang bayi dengan membalikkan tubuh sang bayi, kepala di bawah, kaki di atas, diguncang-guncang. Namun tak membuahkan hasil. Ada apa dengan bayi ini? Doaku, agar bayi itu diberikan nyawa dan diberikan kesempatan hidup untuk bercengkrama dengan ibunya.
Ketika sedang kususui si kecil, dokter datang dan menghampiri sang ibu yang bersalin bersamaku. Ia membawa berita duka. Bayi yang tadi tidak bisa diselamatkan. Sejak keluar, bayi memang sudah tak bernyawa. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Derai air mata ibu itu pun tumpah. Aku pun sangat sedih. Sembilan bulan mengandung, Allah berikan takdir kepada sang ibu agar kembali bersabar menghadapi ujian. Tak sangka, bahwa Allah pun memberikanku pelajaran tentang kematian yang begitu dekat. Sebuah perbedaan yang sangat kontras antara aku dan si ibu. Antara aku yang bahagia, dan si ibu yang begitu sedih. Padahal saat Al-Izz keluar dari rahimku, sang ibu yang masih menahan rasa sakit kontraksi memberikan senyuman padaku. Aku yakin maksudnya adalah “Selamat, untuk kelahiran anakmu”.. dan begitu kontras dengan kata- kata yang kuucapkan padanya.. “bersabarlah, Allah sedang sayang padamu dan memberikan bantuan padamu masuk ke syurga lewat anakmu yang tiada”.
Mengingat kejadian itu, Allah coba memperlihatkan antara dua hal kepadaku sebagai manusia, yang mungkin ketika itu, ada terselip pikiran negatif bila anakku tak hidup saat sudah dilahirkan. Allah menyuruhku bersyukur, tentang nikmat yang diberikan dan memperlihatkan bagaimana kekuatan doa itu luar biasa. Ketakutan akan nasib malang pada si kecil, berbuah manis karena dampak dari doa. Di samping bersyukur,Allah juga mengingatkanku untuk selalu extra bersabar kala mendapat ujian sama seperti ibu itu. Yang harus kehilangan anak yang dinanti kehadirannya, menangis, namun harus tetap bersabar dengan cobaan yang mendera.
Dan sekarang, 48 hari kelahirannya, aku amat sangat menikmati peran baru menjadi seorang ibu, umma, merawat dengan sabar mujahid kecilku, salah satu wasilah besar untuk mencapai syurga. Dan karenanya, butuh ilmu, power, semangat dan kasih sayang besar yang harus ditambah demi dapat mentarbiyah mujahid kecil ini agar dapat menjadi hamba Allah SWT yang bertaqwa.
Suamiku, aku sangat mencintaimu, ketegaranmu, kesabaranmu, dan penasaranmu untuk bisa membantuku dalam proses lahir, walau hanya dalam bentuk doa, karena aturan yang tak membolehkanmu masuk ke ruang persalinan, namun aku seperti mendapatkan kekuatan dari doa-doa dan motivasimu lewat pesan singkat.


Kepada Ummahat Sudan, terkhusus kak Siti Maheran dan untuk semua saudara-saudariku di jalan Alloh yang telah memberi doa, dan berbagai kebaikan kepada saya, semoga Alloh merahmati kalian dan keluarga insya Allah.