Kamis, 23 Oktober 2014

Rizqi dan Ikhtiar


 
Mungkin kau tak tahu di mana rizqimu. Tapi rizqimu tahu di mana engkau. Dari langit, laut, gunung, & lembah; Rabb memerintahkannya menujumu.
 
Allah berjanji menjamin rizqimu. Maka melalaikan ketaatan padaNya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.
 
Tugas kita bukan mengkhawatiri rizqi atau bermuluk cita memiliki; melainkan menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia.
 
Betapa banyak orang bercita menggenggam dunia; dia alpa bahwa hakikat rizqi bukanlah yang tertulis dalam angka; tapi apa yang dinikmatinya.
 
Betapa banyak orang bekerja membanting tulangnya, memeras keringatnya; demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggalkannya mati.
 
Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan rizqi pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang rizqi itu urusanNya.
 
Kita bekerja tuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi rizqi tak selalu terletak di pekerjaan kita; Allah taruh sekehendakNya.
 
Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwa; tapi Zam-zam justru terbit di kaki bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan. Rizqi itu kejutan.
 
Ia kejutan tuk disyukuri hamba bertaqwa; datang dari arah tak terduga. Tugasnya cuma menempuh jalan halal; Allah lah yang melimpahkan bekal.
 
Sekali lagi; yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia; jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalanNya, "Buat apa?"
 
Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia; lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.
 
Banyak yang mencampakkan keikhlasan 'amal demi tambahan harta, plus dibumbui kata tuk bantu sesama; lupa bahwa 'ibadah apapun semata atas pertolonganNya.
 
Dengan itu kita mohon agar stiap tetes keringat dan jengkal langkah kita tercatat ikhlas Kpd-Ny sbg tanda bakti dan ibadah hny unt Allah semata... 

Jangan lupa u tuk senantiasa bermohon agar dituntun djln "Ihdinash Shirathal Mustaqim";  petunjuk ke jalan orang nan diberi nikmat ikhlas di dunia & nikmat ridhaNya di akhirat, Hingga usaha pun berbuah berkah nan menuai syurga..
 
Maka Laa quwwata illa biLlah...; hanya kepad-Nya menjadi hulu dan hilir semua ke-ikhtiaran. 

Selamat beraktivitas para sahabat syurga... "Bersemangatlah mencari apa yg bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan Allah dan jangan engkau melemah (H.R Muslim)

 Baarokallaahu fiikum :)


Jumat, 25 Juli 2014

Kajian salam UI.. Makna surat AL hujurat

Kompetensi apa saja yg harus dimiliki oleh seorang mukmin?

Dalam QS. Al Hujurat (kamar-kamar) ayat ini dikhususkan utk mukmin.
1. Kompetensi maknawi
Pemaham islam yg kuat (paham akan hak Allah dan Rasul-Nya). Jgn mendahului Allah dan Rasul-Nya dan senantiasa bertakwa. Ga boleh meninggikan suara melebihi suara rasulullah saw dll, jgn mengeraskan suara melebihi suara saudara2 ikhwah kita. 

2. Kompetensi fanniyah
Teliti terhadap pemberitaan, bertabayyun, dll. Cermat mengamati berkas2 pekerjaan, hati2 dalam mengambil keputusan agar tidak mencelakakan suatu kaum

3. Kompetensi humaniora. 
Kepada mereka yg mengaku sbgai aktivis dakwah maka jangan sampai akhlaknya ditolak sesama manusia (apalagi ke sesama ikhwah) jgn saling menghujat/mengolok2, tajassus, suuzhon diantara kaum yg 1 dgn yg lain. 

Kajian i'tikaf 28 ramadhan @salam UI

Selasa, 01 Juli 2014

Seri Ramadhan 1435 H --03-- Membaca Al Qur'an langsung dari mushaf saat shalat malam



Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal

Bolehkah dalam shalat tarawih atau shalat malam membaca surat langsung dari mushaf? Apa itu termasuk yang tidak dibolehkan atau membatalkan shalat?

Imam Bukhari membawakan dalam  kitab shahihnya,

وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ

“Aisyah pernah diimami oleh budahnya Dzakwan dan ketika ia membaca langsung dari mushaf.”

Ibnu Nashr mengeluarkan hadits-hadits tentang masalah qiyamul lail (shalat malam) dan Ibnu Abu Daud dalam al Mashahif dari Az Zuhri rahimahullah, ia berkata ketika ditanya mengenai hukum shalat sambil membaca dari mushaf, “Kaum muslimin terus menerus melakukan seperti itu sejak zaman Islam dahulu.” Dalam perkataan lain disebutkan, “Orang-orang terbaik di antara kami biasa membaca Al Quran dari mushaf saat shalat.”

Imam Ahmad berkata, “Tidak mengapa mengimami jamaah dan melihat mushaf langsung ketika itu.” Beliau ditanya, “Bagaimana dengan shalat wajib?” Jawab beliau, “Aku tidak pernah melihat untuk shalat wajib seperti itu.”

Yang tepat dalam masalah ini, boleh membaca dari mushaf dalam shalat malam. Inilah pendapat dari ulama Syafi’iyah dan Hambali, juga ulama lainnya. Namun yang lebih hati-hati adalah tidak membawanya karena ia akan meninggalkan beberapa sunnah shalat dan sibuk untuk membulak-balikkan halaman mushaf. Itulah yang dikhawatirkan.

Adapun yang menyatakan bahwa shalat sambil membaca dari mushaf membatalkan shalat, itu adalah pendapat yang dhoif (lemah).

Semoga bermanfaat.

Seri Ramadhan 1435 H --02-- Ramadhan dan para pahlawan--


Sejarah umat manusia selalu diwarnai dengan dinamika kepahlawanan. Tiada suatu negara pun yang tidak memiliki pahlawan. Allah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna menghendaki agar mereka menjadi khalifah di bumi ini. Untuk itu, dilahirkan-Nyalah pahlawan-pahlawan pada setiap zaman bagi setiap kaum.

Ramadan banyak sekali mempengaruhi perubahan seorang mukmin, mereka yang benar benar bersahabat dengan ramadan dan menjadikan ramadan sebagai bulan perubahan.

Sang pahlawan pun tidak banyak pertimbangan dalam menyambut bulan suci ini karena fadhilah atau keutamaan di dalamnya  sangat lah luar biasa. Mereka tahu cara dan bagaimana menghadapi bulan ini, mereka juga tahu apa yang dikatakan Al Qur’an dan hadits tentang bulan ini. Jangan pernah satu detikpun lewat dan terbuang begitu saja.

Hidangan lezat ruhiyah ramadan untuk diri dan keluarga tidak pernah sekalipun di sia siakan oleh para pahlawan untuk selalu berbuat.

Para pahlawan ramadan mempunyai sifat yang unik, karena selain mereka di berikan perubahan oleh ramadan, merekapun mampu memberikan perubahan untuk keluarga, orang disekelilingnya dan masyarakat. Dari kebaikan sekecil butiran pasirpun mereka raih.

Sikap para pahlawan terdahulupun sudah tertulis dalam tinta emas oleh kalangan sejarawan, padahal mereka tidak berharap dan menghendaki bahwa mereka ingin di catat namanya, akan tetapi begitulah sikap sejarah terhadap pahlawan. Ruh, harta, tahta dan jasad mereka pun diberikan untuk Allah dalam bulan yang suci ini. Sehingga peristiwa-peristiwa besar seperti perang dalam bulan ramadan menjadi saksi betapa para pahlawan siap bertarung dalam kegiatan kegiatan kebaikan besar. Yaitu mempertahankan aqidah dan negara mereka.

Sebut saja perang badar yang terjadi di tahun kedua Hijriyah. Sebanyak 313 orang berhadapan dengan 1000 orang Quraisy makah. Kaum muslimin dengan jumlah yang sedikit berhasil mengalahkan lawannya. Begitu juga perang tabuk, fathu makkah, andalusia yang ditaklukan oleh 12.000 pasukan Thariq bin Ziyad dengan meluluh lantakan 25.000 pasukan yang dipimpin oleh Roderick penguasa Visigoth Spanyol, yang berakhir dengan tewasnya Roderick.

Selain itu pasukan utsmani juga berhasil menggagalkan pengepungan kota selestriya yang terletak di wilayah Qorum yang dilakukan oleh 60 ribu pasukan Rusia, pengepungan yang terjadi selama 35 hari itupun tidak membawa dampak apapun walau hanya di hadapi oleh 15 ribu tentara Utsmaniyah yang kebanyakan berasal dari Mesir. Begitu juga hancurnya kekuatan Israel oleh mesir di Suez terjadi para Ramadan yang bertepatan dengan 6 Oktober 1973 dengan hancurnya benteng Berlif dan kembalinya dataran Sinai ke pangkuan Mesir.

Peristiwa peristiwa kebangkitan besar itu tak luput dari kejadian kejadian yang dilakukan dari peristiwa peristiwa kebaikan kecil oleh para pahlawan di sekitar mereka. Atau bagi para penulis yang menjadi pahlawan seperti Imam Ghazali dalam menyelesaikan Kitab Ihya Ulumuddin di bulan Ramadan. Atau mereka yang membagikan iftor di jalan jalan dan menjemput hak hak faqir miskin untuk sama berbagi kepedulian terhadap sesama. Mereka semua pahlawan yang memulai kebaikan dari yang terkecil.

Mereka hebat ketika menjadi prajurit dan hebat pula ketika menjadi Pemimpin, Dalam jiwa Pemimpin dan yang dipimpin tertanam tekad yang bulat untuk berjuang. Mereka optimis akan kekuatannya yang tak terkalahkan, dan yakin bahwa pasukannya tak akan menemui kesulitan. Optimis, bahwa setiap langkah akan diikuti oleh kemenangan. Mereka terus maju dan maju hingga Mencapai kesuksesan.

Pengorbanan seorang pahlawan begitu besar, Mungkin kita masih ingat kisah Umar bin Abdul Aziz r.a kehidupannya patut diteladani oleh para pahlawan jaman ini. Begitu menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz langsung memanggil pembantu dan meminta orang-orang yang ada di rumah supaya mengeluarkan peti-peti simpanan keluarga dan membongkar isinya. Mereka mengeluarkan isinya yang antara lain terdapat banyak catatan harta. Ketika pembantunya itu disuruh membacakan, ternyata catatan-catatan itu adalah milik bani Abdul Aziz seluruhnya.

Satu persatu catatan itu dibacakan, dan tiap kali mendengar satu catatan, beliau mengatakan, “Ya itu kepunyaanku dari ayahku,” lalu di robeknya dan harta yang tercatat di situ diserahkan ke baitul mal. Yang lain dibacakan, beliau katakan, “ ya, ini kepunyaanku dari ibuku,” beliau robek lalu hartanya diserahkan ke baitul mal seraya berdoa, “ semoga ibuku mendapat rahmat Allah.” Dibacakan pula catatan yang lainnya, kata beliau, “Ya, ini kepunyaanku hasil dagang dan ushaku,” lalu dirobeknya catatan itu dah harta yang tercatat diserahkan ke baitul mal, seraya mengatkan, “kiranya Tuhan merahmati aku…”

Begitulah sikap para pahlawan terhadap hartanya dalam bersedekah, maka jangan sia siakan Ramadan kali ini untuk berjiwa Pahlawan. (Syafrudin Umar, Lc)

Seri Ramadhan 1435 H --01-- mengalami flek, puasa batal kah?


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Salah satu masalah yang banyak membingungkan para putri adam, keluarnya flek ketika puasa. Apakah terhitung haid, sehingga puasanya batal, ataukah bukan haid sehingga tetap wajib melanjutkan puasanya.

Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah batas waktu minimal darah yang keluar bisa disebut haid. Ada 3 pendapat ulama dalam hal ini,

Hanafiyah berpendapat, batas minimal bisa disebut haid adalah 3 hari. Ketika darah itu keluar kurang dari 3 kali 24 jam, menurut hanafiyah, bukan darah haid. Sehingga tetap wajib menjalankan aktivitas sebagaimana layaknya sedang suci.

Malikiyah sebaliknya, tidak ada batas waktu minimal untuk keluarnya darah haid. Wanita bisa mengalami haid, meskipun darah yang keluar hanya sekali. Sehingga flek, menurut Malikiyah, terhitung sebagai haid.

Sementara mayoritas ulama – Syafiiyah dan Hambali – menegaskan bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Jika darah yang keluar kurang dari 24 jam, tidak terhitung haid. Sehingga flek sekali – dua kali, tidak terhitung sebagai haid.

Tarjih:
Pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Diantara alasan yang mendukung pendapat ini adalah

Pertama, satu istilah yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah, dipahami dengan tiga pendekatan:

Makna syariat
Makna ‘urf (anggapan yang berlaku di masyarakat)
Makna bahasa arab

Kaidah yang dijelaskan para ulama ushul, ketika ada satu istilah dalam Al-Quran dan Sunnah, penedekatan pertama adalah makna syariat, jika syariat tidak menjelaskan, berpindah pada makna ‘urf, pemahaman yang berlaku di masyarakat ketika itu, kemudian makna bahasa arab. (Taisir Ilmi Ushul Fiqh, Dr. Abdullah Yusuf Al-Judai’, hlm. 260 – 262)

Istilah ‘haid’ terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Hanya saja, dalil tentang haid dalam Al-Quran dan Sunnah hanya menjelaskan hukum-hukum yang berlaku ketika seorang wanita mengalami haid. Namun tidak dijelaskan tentang definisi dan batasan haid. Sehingga pendekatan dengan makna syariat, tidak memungkinkan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 32684)

Karena itu, mayoritas ulama mengembalikan batasan haid kepada makna ‘urf atau bahasa arab.

Secara bahasa, haid berasal dari kata hadha [arab: حاض ] yang artinya mengalir. Orang arab mengatakan, [حاضت الشجرة ] “pohon itu mengalami haid”, maksud mereka adalah pohon itu mengalirkan getahnya.

Sementara yang namanya mengalir, secara bahasa, tidak teranggap hanya dalam bentuk spots, flek, atau tetes. Semacam ini secara bahasa tidak disebut haid.

Kedua, terdapat riwayat yang disebutkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

إِذَا رَأَتِ الْمَرْأَةُ بَعْدَ مَا تَطْهُرُ مِنَ الْحَيْضِ مِثْلَ غُسَالَةِ اللَّحْمِ، أَوْ قَطْرَةِ الرُّعَافِ، أَوْ فَوْقَ ذَلِكَ أَوْ دُونَ ذَلِكَ، فَلْتَنْضَحْ بِالْمَاءِ، ثُمَّ لِتَتَوَضَّأْ وَلْتُصَلِّ وَلَا تَغْتَسِلْ، إِلَّا أَنْ تَرَى دَمًا غَلِيظًا

“Apabila seorang wanita setelah suci dari haid, dia melihat seperti air cucian daging, atau flek, atau lebih kurang seperti itu, hendaknya dia cuci dengan air, kemudian wudhu dan boleh shalat tanpa harus mandi. Kecuali jika dia melihat darah kental.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 994)

Keterangan:

Makna ‘air cucian daging’ (Ghusalah Lahm) adalah warna darah merah pucat, layaknya air yang digunakan untuk mencuci daging.

Flek atau darah yang keluar statusnya najis, dan membatalkan wudhu. Karena itu, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerintahkan agar dicuci dan berwudhu jika hendak shalat.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang status puasa wanita yang mengalami flek-flek, apakah puasanya sah? Dan itu terjadi sepanjang bulan ramadhan. Jawab beliau,

نعم ، صومها صحيح ، وأما هذه النقط فليست بشيء لأنها من العروق

“Ya, puasanya sah. Flek semacam ini tidak dianggap (sebagai haid), karena asalnya dari pembuluh.” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/137)

Beliau juga mengatakan dalam kesempatan yang lain,

فما بعد الطهر من كدرة، أو صفرة، أو نقطة، أو رطوبة، فهذا كله ليس بحيض، فلا يمنع من الصلاة ، ولا يمنع من الصيام، ولا يمنع من جماع الرجل لزوجته، لأنه ليس بحيض

Cairan yang keluar setelah suci, baik bentuknya kudrah (cairan keruh), atau sufrah (cairan kuning), atau flek atau keputihan, semua ini bukan termasuk haid. Sehingga tidak menghalangi seseorang untuk shalat atau puasa, tidak pula hubungan badan dengan suaminya, karena ini bukan haid. (60 Sual fi Al-Haid).

Berdasarkan keterangan di atas, flek yang dialami oleh wanita yang sedang puasa, meskipun itu sering terjadi, tidaklah membatalkan puasanya.

Allahu a’lam

***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits

Sumber : http://muslimah.or.id/ramadhan/mengalami-flek-puasa-batal.html

Jumat, 06 Juni 2014

Aku menjadi mulia tak terhingga menjadi Ibu Rumah Tangga

Aku menulis ini bukan semata- mata untuk memotivasi para ibu yang lebih memilih menjadi ibu rumah tangga. Tapi tulisan ini semata- mata untukku sendiri. Yang merasa bosan dengan rutinitas menjadi ibu rumah tangga yang baru saja kujalani kurang dari 2 tahun. 
Pagi ini aku mengeluh, pekerjaan yang sepertinya gak beres- beres urusannya. Bermalam dengan Buah hati yang sedang sakit, memeluknya mencoba menguatkannya saat batuk tak kunjung sembuh, membuatkannya susu Tengah malam. Paginya, rutinitas memasak makanan bayi dan sarapan, menyapu dan mengepel, mencuci baju, dan menggosok pakaian kemarin yang baru dijemur. Di tambah dengan rewelan si kecil minta ini dan itu. Saat itu aku sempat merasa menyesal, kebosanan ini karena aku hanya melakukan pekerjaan yang itu2 saja. Dan hanya berada di rumah. Aku menyesal kenapa dulu memilih untuk resign dan meninggalkan karierku. 
Aku bahkan sempat berdoa meminta rezeki untuk mendapatk kembali sebuah pekerjaan bahkan untuk perempuan beranak satu sepertiku. Hari ini jumat, harus banyak berdoa biar bisa dikabulkan! Batinku. 
Setelah Dhuha, kucoba cari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan bidang pengetahuanku. Scroll dari atas ke bawah, dan lowongan itu tak ada yang menarik, malah tidak sesuai dengan bidangku, Administrasi Negara. Mulai bosan, akhirnya bacaanku beralih ke media sosial. Mungkin ada secercah info tentang lowongan pekerjaan di medsos yang dishare oleh kawan2. 
Dengan bayangan bahwa ketika bekerja aku merasa masih bisa mendidik anak2ku, juga membantu suami menambah penghasilan keluarga, dengan semangat aku coba cari info di facebook. Beragam status teman2 dn kerabat ada di situ. Hingga aku tertuju pada satu status yang nampar banged buat suasana hati yang gundah karena merasa tak produktif hanya dengan menjadi ibu rumah tangga. 

~~Untukmu para ibu yang di rumah~

Untukmu para ibu yang di rumah
Mengapa engkau masih merasa galau dan gundah
Atas pilihan yang dianjurkan Syariah
Agar engkau tetap berada di rumah

Mengapa pula engkau harus iri dan cemburu
Atas selisih puluhan lembar ratusan ribu
Sedang kau memiliki begitu banyak waktu
Merawat mereka langsung dengan tanganmu
Serta menurunkan berjuta ilmu

Mengapa perasaanmu masih terasa berat
Atas perintah Allah untuk selalu taat
Pada suamimu yang meminta dengan sangat
Agar engkau dapat focus merawat
Padahal dengannya surga menjadi begitu dekat

Andai engkau tau bahwa peluang surgamu tak jauh
Cukup bekerja ikhlas dan tanpa banyak mengeluh
Mendidik generasi yang berjiwa tangguh
Memberi nutrisi pada jiwa dan tubuh
InsyaAllah kepuasan hatimu diisi Allah secara penuh

Memang betul kau berharap sebuah eksistensi
Merasa melakukan pekerjaan yang tak bergengsi
Seputar masak, sapu pel dan mencuci

Aaaahhh... Itu karena engkau tak menyadari
Ayunan sapumu berpahala seri
Dengan suamimu yang mencari rezeki
Yang berkemeja rapi dan berdasi

Aaaah... Itu karena engkau belum mengenal
Bahwa pilihanmu dibalas Allah dalam banyak hal
Pada sisi lain yang tak mampu engkau hafal
Kecuali kelak pekerjaan ini engkau tinggal

Aku mengerti kadang engkau resah
Dengan sekian lembar ijazah
Yang kau raih dengan susah payah

Aaaa... Andai kau mengerti
Ilmumu begitu sangat berarti
Dalam mendidik generasi
Yang berkualitas dan bervisi

Aku tau kadang kau rindu seperti mereka
Yang setiap hari pergi berkendara
Keluar rumah untuk bekerja
Dan mengukir sejuta karya

Aaaaa... Itu karena engkau tidak tau
Sebagian mereka merasa rindu
Mendapat kemewahan seperti dirimu
Yang selalu siap membuka pintu
Seperti engkau menyambut suamimu

Alhamdulillah wa syukurilah
Ketika suamimu hanya memintamu di rumah
Berarti ia siap Bekerja keras mencari nafkah
Menyokong semua tanpa berkeluh kesah

Berada di rumah tak berarti tanpa arti
Semoga Allah memberikanmu jalan pengganti
Dalam meraih impian yang kau cari
Dari sudut ternyaman di rumahmu sendiri

Maaf... Lukisan hati ini bermaksud membandingkan
Terhadap mereka yang berjasa mengambil peran
Keluar rumah dengan berjuta alasan perjuangan

Tulisan ini dibuat untuk menghibur hati
Para ibu yang merasa kehilangan eksistensi 
Bahkan terkadang berkecil hati
Merasa diri tak begitu berarti

Untukmu para ibu yang di rumah
Mari ikhlaskan hatimu dan berpasrah
Agar peluang surga yang ada di rumah
Tak terhapus dengan keluh kesah

By: Kiki Barkiah
San Jose, California, 27 April 2014

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jleb! To be honest, this poetry obviously stabbing me.. Allah arahkan aku untuk membaca tulisan yang mampang di wall ku.. Dan ternyata cara ini juga yang diperlihatkan Allah agar aku senantiasa bersyukur dengan peran juang yang aku jalani sekarang. Sebagai ibu dan sebagai istri..

Sekelibet aku langsung teringat dengan scene film "Habibie Ainun", saat Ainun merasa bosan berada di Jerman, menemani suaminya yang tengah studi dan bekerja.. Bisa jadi saat itu yang dipikirkan Ainun sama denganku saat ini, bosan untuk rutinitas padahal bisa membuat aku sangat mulia di mata Tuhan, di mata suami..

MasyaAllah... Semoga aku tidak lagi bertindak mengeluh, menyesal atas peranku saat ini. Dan tidak menace ooh atau bahkan menganggap rendah sosok Ibu rumah tangga. Padahal toh, Allah memberikanku nikmat suami yang sholih, rezeki dari hasil berbisnis, dan anak yang tak harus lama menunggu kedatangannya pasca menikah..

Semoga Allah Ridha dengan yang kujalani saat ini.. Semoga hatiku tetap lapang dalam mengerjakannya..






Sabtu, 10 Agustus 2013

Merayakan Cinta Bersama Mujahid Kecil


Alhamdulillahirrobil'aalamiin.. Allah, terimakasih untuk nikmat ini... ucapku dalam hati, bersyukur.. Butiran kaca pun tertahan di kelopak mata ini, bukan karena sedih, bukan.. tapi karena Allah begitu sayang pada kami, padaku dan bayiku... untuk bisa bertemu, dalam dunia nyata, melakukan sentuhan antara aku dan bayi, dan memberikanku gelar baru, seorang ibu, karena mulai dititipkan amanah sesosok makhluk kecil nyata sebagai anugerah terindah dariNya.

--23 Juni 2013/ 15 Sya'ban 1434 H Pkl 21.50 Waktu Sudan--

Dear My Little Mujahid, Umma sangad bahagia, bersyukur, dan haru saat mendengar pekik tangisanmu beberapa menit setelah kau keluar dari rahim Umma nak. Sempat rasa gundah melanda saat kau keluar tak bersuara, sakit rasanya ketika melihat mereka para dayyah (bidan) berusaha membuatmu bersuara dengan menepuk- nepuk keras pundakmu, memasukkan sebuah selang entah untuk apa ke dalam tenggorokanmu.. Perih dan ngilu Umma rasakan ketika mendengar suara tenggorokan seperti tersedak saat selang itu dirogoh-rogoh ke dalam tenggorokanmu.. Umma tak tega mengingatnya.. tapi beberapa detik setelah itu, tangismu pecah memenuhi ruangan, dan Umma sangad bahagia. Allah masih memberikan takdir baiknya untuk kita bertemu nak, memberikan amanah baru kepada Umma untuk merawatmu kelak setelah persalinan ini.. Alhamdulillah...Alhamdulillah...sungguh haru..

Dear My Little Mujahid, adalah kebahagiaan terindah saat melihat dirimu bergerak-gerak dalam sebuah ranjang inkubator, helaan nafasmu yang Umma lihat dari kembang kempisnya perutmu, hanya tubuh mungilmu yang sita perhatian Umma, tak peduli perih saat dokter membantu proses penjahitan beberapa saat setelah engkau lahir. Umma hanya ingin cepat menyentuhmu, memelukmu mujahid kecilku. Karena seketika rasa sakit itu sirna terganti bias cahaya syurga yang memancar darimu nak... dirimu keajaiban yang Allah hadirkan di dalam hidup Umma....

Kau adalah cinta Umma dan Abuya nak,, atas penantian panjang lebih dari sembilan bulan kami, berbuah kebahagiaan yang hanya mampu terbahasakan dengan bahasa cinta, bahasa syukur atas nikmat Allah kepada kami, amanah besar membesarkanmu menjadi hamba Allah yang tangguh, tholabul'ilmi, yang hidup dengan cinta penuh kepada Allah dan RosulNya, yang istiqomah kecintaannya pada Islam dan selalu bersemangat untuk memperjuangkan tegaknya islam di bumi Allah.. amiiin..


Dear My little Mujahid, Umma dan Abuya hadiahkan untukmu sebuah nama "AL IZZ Muhammad, yang kami ambil dari seorang ulama dengan julukan “Sultonul Ulama” dari Mesir Al-Izz ibn Abdussalam, nama yang bersinar dalam daftar ulama besar Islam. Kedalaman pengetahuannya tentang syariat, obsesi yang besar tentang permasalahan umat dan solusinya, keberanian dan kejujurannya dalam menghadapi penyimpangan korupsi oleh para penguasa dunia muslim saat itu. Yang tidak terintimidasi oleh kekuatan para penguasa, atau terpikat atau ditakut-takuti oleh banyak godaan menarik yang mereka miliki. InsyaAllah sayangku, insyaAllah semoga pribadi itu juga mengkarakter padamu.. amiiin.. 

***
Aku teringat kisah sembilan bulan lebih yang lalu awal kebahagiaan saat mengetahui diriku hamil, saat periksa melalui USG bersama suami, tertanam sudah 8 minggu sebuah janin kecil buah dari Maha Rahman dan Maha Rahimnya Allah SWT. 
Ketika tiga bulan pertama kualami masa kehamilan dengan kepayahan, bolak- balik mengantor untuk tiga bulan terakhir sebelum akhirnya kuputuskan untuk resign,kurasakan mual tiada henti, bahkan sempat mengalami kecelakaan kecil bersama suami ketika mengendarai sepeda motor, tapi Subhanallah, janin ini begitu kuat, guncangan itu tak mempengaruhinya, ketika dokter mengatakan tidak ada masalah dengan kandunganku pasca kecelakaan tersebut. 

Memasuki bulan keempat, sesuai petunjuk Rosul melalui sabdanya, bahwa kandungan akan ditiupkan ruh oleh malaikat.. dan benarlah, suara detak jantung bayiku begitu membuat takjub. Baru pertama kalinya aku dengar detak jantung begitu debar dan keras. Andaikan saat itu suami menemani dan juga mendengarkan detak jantungnya lewat alat ultrasonografi, pastinya beliau akan bahagia. Tapi jarak Sudan – Indonesia pun memang terasa sangat jauh. Dan hanya bisa kuuntaikan kata pada suamiku tentang berbagi kebahagiaan bahwa janin ini makin sehat dan kuat.
Mengandung itu, menyenangkan. Setiap ceritanya, saat ini membuatku banyak tersenyum, dari cerita yang lucunya, sedih-sedihnya, harunya, bahagianya, semua jadi satu seperti pelangi menghias langit pasca hujan turun. Terlebih saat memasuki bulan bulan terakhir masa mengandung, aku semakin merasa antusias menyambut kehadiran sang mujahid kecil, walaupun tubuh kian berat dibawa kemana-mana, perut, pinggang, punggung yang rasanya bisa lepas sewaktu-waktu, gerak yang terbatas, rasa sakit nyeri yang lebih sering menyapa, semuanya menjadi sebuah kesatuan rasa yang hanya bisa diringankan dengan memperbanyak istighfar dan dzikir baik di hati, lisan, dan perbuatan. Ummahat Indonesia yang berada di Sudan senantiasa mengingatkan untuk terus memperbaiki amalan kala janin makin membesar. Surat-surat panjangNya kusetel setiap hari dan berulang-ulang. Inginku bahwa janin ini juga mulai familiar dengan ayat-ayatNya dan berharap kelak ia cepat menghafal surat-surat di dalam al-qur’an. Terlebih kata mereka, para sahabatku di Sudan ini, bahwa amalan-amalan itu lah yang senantiasa memudahkan saat berkegiatan di usia-usia kehamilanku dan juga memudahkan saat persalinan nanti.
Kisah-kisah haru biru yang kulewati bersama suamiku pun juga banyak saat kehamilannya semakin membesar. Bagaimana kami kais rezeki sedikit demi sedikit untuk persalinan nanti, hingga Allah hibahkan rezeki dengan scenario begitu seru untuk suamiku. Ya, rezeki untuk mendapatkan tugas sebagai Tenaga Musiman Haji tahun 2013 ini. Ah, kalau mengingatnya, kami mungkin akan titikkan air mata. Sungguh! Rezeki Allah SWT itu benar-benar tak terduga dan akan datang melalui pintu dari mana saja.
Sempat didera rasa khawatir, karena mendekati usia kandungan 10 bulan (40 minggu), aku belum menunjukkan masa jelang kelahiran. Tak ada hix atau mulas- mulas pertanda kelahiran. Sahabat-sahabat di Sudan hamper setiap hari bertanya, kapan Al-Izz akan lahir. Bahkan beberapa mahasiswa banat (akhwat) pun sudah membuat schedule jaga pasca persalinanku nanti. Mereka begitu menanti. Ah. Aku pun juga sangad menanti kehadiranmu nak. Tak sabar sebenarnya. Pernah di pekan ke 39, aku merasakan ada cairan agak banyak keluar dari bawah. Kutanya ke salah satu ummahat yang berpengalaman. Indikasi awal kami itu adalah rembesan air ketuban. Segera aku dan suamiku pergi ke rumah sakit. Namun ketika sampai ke rumah sakit, dokter jaga bilang bahwa cairan itu tak akan bermasalah dan aku disuruh kembali pulang. Oalaah, padahal sudah sangat siap, lantas malah disuruh pulang lagi sama si dokter. #tepokjidat
Melewati pekan ke 41, aku perbanyak tilawah, menghafal qur’an, kudekatkan lagi diri ke Robb Pemegang Takdir, curhatku, bahwa aku sangat merindukan hadirnya anakku di dalam dekapku.. tangisku makin pecah hari Sabtu itu, meminta Allah mempercepat waktu kelahiran. Ah, kenapa aku tidak sabar? Padahal bila kita yakin, Allah pun akan hadiahi anugerah sebesar-besarnya untuk kami.
Tepat hari Ahad, pekan ke 41+ 4 hari, mulas- mulas itu datang. Padahal, niat kami, bila sampai hari ahad ini, aku tak merasakan pula mulas-mulas, maka kami akan ambil tindakan induksi. Dan yang pastinya aku pun sudah tahu bahwa konsekuensi dari induksi adalah rasa sakit yang lebih berat daripada rasa kontraksi normal. Namun Allah begitu baik, takdirNya, aku rasakan kontraksi normal. Mulanya kurasakan 10 menit sekali, kemudian menjadi 7 menit sekali, tapi terkadang menjadi 3 atau 4 menit sekali, kemudian berubah menjadi 7 menit sekali. Tidak normal. Dokter mendiagnosis kehamilanku yang sudah melewati masa estimasi persalinan. Bila hingga 6 jam kontraksiku tak mengalami progress, maka mereka akan mengambil tindakan operasi. Innalillah,, aku genggam tangan suamiku, aku hanya ingin persalinan ini normal dan cepat. Bagaimana bisa? Padahal rasa kontraksi ini begitu mengiris- ngiris seluruh tubuh. Sakitnya bukan main. Sedangkan dokter punya planning yang tak sesuai dengan keinginan. Doaku makin kuperkuat. Allah, aku hanya ingin persalinan ini normal. Wondering bila persalinan ini melalui section (operasi), kegiatanku kan makin terbatas karena harus menunggu pemulihan jahitan di perut. Ah, tidak! Kutepiskan bayangan-bayangan operasi, kufokuskan untuk bisa melahirkan normal.
          Enam jam yang diberikan dokter mendekati batas, namun progressku pasif. Dokter sudah menyuruh suamiku untuk siap-siap membeli obat-obatan pendamping operasi, infus, suntikan, dan lain sebagainya. Suamiku menyuruh memperbanyak dzikir dan doa. Aku tetap berdoa, perbanyak dzikir, dan mendoakan untuk umat, kudoakan untuk qiyadah, untuk permasalahan-permasalahan yang sedang melanda umat. Kulihat suamiku sedang berbicara dengan dokter yang memberiku vonis tadi. Entah apa. Tapi kuyakin ia pun sedang membujuk dokter untuk bisa melakukan persalinan normal. Alhasil, dokter memberikanku tambahan waktu hingga 2 jam ke depan. Apabila hingga pukul 9 aku pun masih tak memiliki progress, maka tindakan operasi tetap akan dilanjutkan.
          Sebagai bantuan untuk mempercepat proses keluarnya janin, dokter memberikanku suntikan induksi. Dan itu sangad membuatku makin menderita. Kontraksi bukan hanya terasa permenit sekali, tetapi terus menerus terasa ngilu. Hampir saja aku ingin teriak mengeluh rasa sakit itu, tapi Alhamdulillah yang keluar adalah dzikir dan doa kepada Allah. Rasa sakit itu mungkin agak membuat hilang sikap sopan santunku. Memanggil dayyah yang tua dengan jentikan jari, dan sedikit berteriak saat mereka tak menggubris panggilanku. Dan gilanya, aku bahkan meminta untuk dicek terus menerus dengan kedua jari masuk ke dalam vaginaku. Aku tak tahu apa istilahnya dalam kedokteran, namun cara itu agak membuat rasa kontraksiku berkurang. Hingga aku meyakinkan dokter bahwa si bayi sudah berada di bawah. Caraku pun itu berhasil! Aku diperbolehkan untuk naik ke kursi persalinan. Sedikit membuatku lega, walau rasa kontraksi itu begitu mendera.
Hampir 1 jam aku mengejan berusaha mengeluarkan bayiku. Tak tahu berapa dokter yang membantu proses kelahiranku. Satu, dua, lima! Ditambah satu dayyah tua yang berusaha mencoba mengeluarkan kepala si bayi. Tenagaku makin lemah, karena hampir 12 jam aku berada di rumah sakit ini, tanpa makan, bahkan minum pun aku tak nafsu. Seramah mungkin dokter memberikanku kekuatan lewat supportnya, dan.. “Allah…..!!” keluarlah bayiku tepat pukul 21.50 waktu sudan. Begitu bahagianya melihat si kecil yang sedang diurus oleh para dayyah di atas sebuah ranjang incubator. Aku merasa dekat dengan si kecil. Aku begitu bahagia.
Kebaikan-kebaikan dan kasih sayang Allah pada makhlukNya memang tak terkira. Malam itu pun aku diberikan sebuah hikmah, tentang sesakit apapun derita yang dirasa saat mengandung, saat berusaha untuk mengeluarkan si kecil, tetap dzikir dan do’a adalah penguat jiwa. Apalagi Allah janjikan mustajab doa di masa- masa jihad itu. Dan memang aku pun setuju tentang pertolongan Allah saat kita perbanyak dzikir, perbanyak mengingatNya…. Karena memang belum tentu setelah persalinan itu Allah masih memberikan kesempatan padaku takdir bernyawa. Namun karena doa, sebagai pengubah atau penggeser dari takdir itu, maka Allah masih memberikanku kesempatan kehidupan, bertemu dan memberikan cinta kepada si kecil. Saat persalinanku itupun, bersamaku ada seorang ibu jelang persalinan berkebangsaan Ethiopia. Aku tahu kontraksi itu begitu sakit, sehingga dzikirku makin kuperbanyak ketika dokter memberikanku suntikan induksi. Sang ibu, memang tak diberikan suntikan induksi, tapi mungkin memang rasa kontraksi yang dirasakannya begitu hebat, hingga ia mengaduh dengan bahasanya, membuat suara berisik, karena mungkin tak tahan dengan rasa sakitnya. Aku juga heran dengan para dayyah yang tidak memberikannya support, malah mendiaminya, atau bahkan saat ia berteriak kesakitan, sang dayyah malah mengomelinya. Hingga ia naik ke tempat persalinan, tak lama setelah bayiku lahir. Aku pun masih berada di kursi persalinan sebelahnya menunggu selesai jahitan-jahitan pasca persalinan. Dibantu dengan hanya satu dayyah dan dua dokter ia pun berusaha untuk mengeluarkan sang bayi. Karena ia mengaduh begitu keras dan lagi-lagi membuat suara berisik, sang dayyah pun memarahinya. Terkadang memukul paha dan bokong sang ibu. Ah, kasarnya dayyah itu. Mengejan pertama dan kedua, bayinya masih belum keluar. Hingga ejan yang ketiga, bayinya pun keluar. Namun, ah! Tali pusat bayi melilit agak kencang pada leher sang bayi. Aku yang melihat di samping pun miris. Ketika secepat mungkin dayyah menolong dengan memutar dan melonggarkan tali pusat yang melilit dan memotongnya. Pertolongan selanjutnya yang hampir sama ketika bayiku keluar pun mereka lakukan. Menepuk-nepuk keras punggung sang bayi untuk merangsang bayi agar menangis. Tak berhasil dengan cara itu, sang bayi dimasukkan selang untuk mengeluarkan cairan- cairan ketuban yang didiagnosis banyak masuk ke dalam tubuhnya. Tak juga berhasil. Hingga, ah! Miris sebenarnya, sang dayyah mencoba menggoyang-goyangkan tubuh sang bayi dengan membalikkan tubuh sang bayi, kepala di bawah, kaki di atas, diguncang-guncang. Namun tak membuahkan hasil. Ada apa dengan bayi ini? Doaku, agar bayi itu diberikan nyawa dan diberikan kesempatan hidup untuk bercengkrama dengan ibunya.
Ketika sedang kususui si kecil, dokter datang dan menghampiri sang ibu yang bersalin bersamaku. Ia membawa berita duka. Bayi yang tadi tidak bisa diselamatkan. Sejak keluar, bayi memang sudah tak bernyawa. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Derai air mata ibu itu pun tumpah. Aku pun sangat sedih. Sembilan bulan mengandung, Allah berikan takdir kepada sang ibu agar kembali bersabar menghadapi ujian. Tak sangka, bahwa Allah pun memberikanku pelajaran tentang kematian yang begitu dekat. Sebuah perbedaan yang sangat kontras antara aku dan si ibu. Antara aku yang bahagia, dan si ibu yang begitu sedih. Padahal saat Al-Izz keluar dari rahimku, sang ibu yang masih menahan rasa sakit kontraksi memberikan senyuman padaku. Aku yakin maksudnya adalah “Selamat, untuk kelahiran anakmu”.. dan begitu kontras dengan kata- kata yang kuucapkan padanya.. “bersabarlah, Allah sedang sayang padamu dan memberikan bantuan padamu masuk ke syurga lewat anakmu yang tiada”.
Mengingat kejadian itu, Allah coba memperlihatkan antara dua hal kepadaku sebagai manusia, yang mungkin ketika itu, ada terselip pikiran negatif bila anakku tak hidup saat sudah dilahirkan. Allah menyuruhku bersyukur, tentang nikmat yang diberikan dan memperlihatkan bagaimana kekuatan doa itu luar biasa. Ketakutan akan nasib malang pada si kecil, berbuah manis karena dampak dari doa. Di samping bersyukur,Allah juga mengingatkanku untuk selalu extra bersabar kala mendapat ujian sama seperti ibu itu. Yang harus kehilangan anak yang dinanti kehadirannya, menangis, namun harus tetap bersabar dengan cobaan yang mendera.
Dan sekarang, 48 hari kelahirannya, aku amat sangat menikmati peran baru menjadi seorang ibu, umma, merawat dengan sabar mujahid kecilku, salah satu wasilah besar untuk mencapai syurga. Dan karenanya, butuh ilmu, power, semangat dan kasih sayang besar yang harus ditambah demi dapat mentarbiyah mujahid kecil ini agar dapat menjadi hamba Allah SWT yang bertaqwa.
Suamiku, aku sangat mencintaimu, ketegaranmu, kesabaranmu, dan penasaranmu untuk bisa membantuku dalam proses lahir, walau hanya dalam bentuk doa, karena aturan yang tak membolehkanmu masuk ke ruang persalinan, namun aku seperti mendapatkan kekuatan dari doa-doa dan motivasimu lewat pesan singkat.


Kepada Ummahat Sudan, terkhusus kak Siti Maheran dan untuk semua saudara-saudariku di jalan Alloh yang telah memberi doa, dan berbagai kebaikan kepada saya, semoga Alloh merahmati kalian dan keluarga insya Allah.