Minggu, 12 Februari 2012

Melakoni Sang Waktu

Burung camar, menyapa teduh bola mata…
senyumnya…
indah…
dan sejenak hanya ada debar…
yang membuat hatiku melemah.
bukankah hati ini selalu saja seperti itu..
mungkinkah ada sebuah cahaya di balik gelap itu…
melibas luka yang telah lama menganga…
sebab cinta..
sebab aku jatuh cinta…
pada seorang laki-laki yang menyapaku dengan tatapan setenang langit senja.
kemudian aku terpenjara sendiri dalam ruang-ruang pikiranku…
memaknaimu bukan hal yang mudah…
sebab tak ada satu kitabpun yang mampu menceritakan tentang hatimu…
debar itu…
selalu saja berdebar tiap kali kau singgah dalam pikiranku
ingin kubunuh debar itu, sebab aku lelah…
namun itu percuma saja…
aku jatuh cinta padamu.
laki-laki bermata langit senja

Sebab Langit Pagi Itu Seperti Langit Senja

Lihatlah!
Langit pagi seperti langit senja,
menuturkan potongan-potongan ceritanya pada sang waktu
Indah, namun melankolis…
Seperti hadirnya dalam rindu-rindu yang tak tampak…
Apakah ini adalah takdir?
Yang mempertemukan kita dalam rima yang sama..
lalu kemudian aku jatuh cinta,
pada sosoknya yang sederhana…
menikmatinya dalam diamnya yang membelengguku…
sebab tak satupun mampu kucitrakan tentang dia…
lalu… apakah ini adalah takdir…?
sebab aku menyimpannya lama dalam kitab-kitabku…
menuliskannya dalam kata,
sebab tak terhitung berapa tangis untuknya…
aku mencintaimu…
hiduplah denganku!
ketika waktu menuakan kita, aku tetap sama
mencintaimu, seperti hari ini aku mencintaimu,
tak kurang atau lebih… dan tak peduli kau tak tampak tampan seperti hari ini.
aku hanya ingin menatap senja bersamamu,
menghirup aroma hujan di beranda sambil menceritakan tentang sebuah kisah
tentang kita..
lihatlah!
langit pagi seperti langit senja,
menuturkan tentang pias matamu…

Ketika Kuncup Kata Memuai Lelah


Aku hanya belum bisa melipat jarak,
yang membentengi keakuanku…
hanya saja di tiap kali aku mulai memaknai hadirmu…
aku terus saja berperang dalam pikiranku,
terus berperang, sebab diam itu tak bermakna apa-apa.
membelenggu ragu, senyatanya itu menyiksa,
memasungku semakin dalam dengan jarak antara aku dan kau…
kukira cinta dengan malu itu berkawan,
namun aku salah, cinta tak berkawan dengan malu…
sebab hadirmu mengalahkan malu itu…
sebab diammu mematahkan malu itu…
namun kini, aku lelah..
mencintaimu dalam diam yang memasungku menjadi tak bernyawa…
semoga saja lelah ini hanya sementara..
sementara aku menunggu potongan cerita milikmu untuku
kuharap kau mengerti, ini sebuah kata sederhana…
yang diam-diam kutuju untukmu..