Jumat, 25 Juli 2014

Kajian salam UI.. Makna surat AL hujurat

Kompetensi apa saja yg harus dimiliki oleh seorang mukmin?

Dalam QS. Al Hujurat (kamar-kamar) ayat ini dikhususkan utk mukmin.
1. Kompetensi maknawi
Pemaham islam yg kuat (paham akan hak Allah dan Rasul-Nya). Jgn mendahului Allah dan Rasul-Nya dan senantiasa bertakwa. Ga boleh meninggikan suara melebihi suara rasulullah saw dll, jgn mengeraskan suara melebihi suara saudara2 ikhwah kita. 

2. Kompetensi fanniyah
Teliti terhadap pemberitaan, bertabayyun, dll. Cermat mengamati berkas2 pekerjaan, hati2 dalam mengambil keputusan agar tidak mencelakakan suatu kaum

3. Kompetensi humaniora. 
Kepada mereka yg mengaku sbgai aktivis dakwah maka jangan sampai akhlaknya ditolak sesama manusia (apalagi ke sesama ikhwah) jgn saling menghujat/mengolok2, tajassus, suuzhon diantara kaum yg 1 dgn yg lain. 

Kajian i'tikaf 28 ramadhan @salam UI

Selasa, 01 Juli 2014

Seri Ramadhan 1435 H --03-- Membaca Al Qur'an langsung dari mushaf saat shalat malam



Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal

Bolehkah dalam shalat tarawih atau shalat malam membaca surat langsung dari mushaf? Apa itu termasuk yang tidak dibolehkan atau membatalkan shalat?

Imam Bukhari membawakan dalam  kitab shahihnya,

وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ

“Aisyah pernah diimami oleh budahnya Dzakwan dan ketika ia membaca langsung dari mushaf.”

Ibnu Nashr mengeluarkan hadits-hadits tentang masalah qiyamul lail (shalat malam) dan Ibnu Abu Daud dalam al Mashahif dari Az Zuhri rahimahullah, ia berkata ketika ditanya mengenai hukum shalat sambil membaca dari mushaf, “Kaum muslimin terus menerus melakukan seperti itu sejak zaman Islam dahulu.” Dalam perkataan lain disebutkan, “Orang-orang terbaik di antara kami biasa membaca Al Quran dari mushaf saat shalat.”

Imam Ahmad berkata, “Tidak mengapa mengimami jamaah dan melihat mushaf langsung ketika itu.” Beliau ditanya, “Bagaimana dengan shalat wajib?” Jawab beliau, “Aku tidak pernah melihat untuk shalat wajib seperti itu.”

Yang tepat dalam masalah ini, boleh membaca dari mushaf dalam shalat malam. Inilah pendapat dari ulama Syafi’iyah dan Hambali, juga ulama lainnya. Namun yang lebih hati-hati adalah tidak membawanya karena ia akan meninggalkan beberapa sunnah shalat dan sibuk untuk membulak-balikkan halaman mushaf. Itulah yang dikhawatirkan.

Adapun yang menyatakan bahwa shalat sambil membaca dari mushaf membatalkan shalat, itu adalah pendapat yang dhoif (lemah).

Semoga bermanfaat.

Seri Ramadhan 1435 H --02-- Ramadhan dan para pahlawan--


Sejarah umat manusia selalu diwarnai dengan dinamika kepahlawanan. Tiada suatu negara pun yang tidak memiliki pahlawan. Allah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna menghendaki agar mereka menjadi khalifah di bumi ini. Untuk itu, dilahirkan-Nyalah pahlawan-pahlawan pada setiap zaman bagi setiap kaum.

Ramadan banyak sekali mempengaruhi perubahan seorang mukmin, mereka yang benar benar bersahabat dengan ramadan dan menjadikan ramadan sebagai bulan perubahan.

Sang pahlawan pun tidak banyak pertimbangan dalam menyambut bulan suci ini karena fadhilah atau keutamaan di dalamnya  sangat lah luar biasa. Mereka tahu cara dan bagaimana menghadapi bulan ini, mereka juga tahu apa yang dikatakan Al Qur’an dan hadits tentang bulan ini. Jangan pernah satu detikpun lewat dan terbuang begitu saja.

Hidangan lezat ruhiyah ramadan untuk diri dan keluarga tidak pernah sekalipun di sia siakan oleh para pahlawan untuk selalu berbuat.

Para pahlawan ramadan mempunyai sifat yang unik, karena selain mereka di berikan perubahan oleh ramadan, merekapun mampu memberikan perubahan untuk keluarga, orang disekelilingnya dan masyarakat. Dari kebaikan sekecil butiran pasirpun mereka raih.

Sikap para pahlawan terdahulupun sudah tertulis dalam tinta emas oleh kalangan sejarawan, padahal mereka tidak berharap dan menghendaki bahwa mereka ingin di catat namanya, akan tetapi begitulah sikap sejarah terhadap pahlawan. Ruh, harta, tahta dan jasad mereka pun diberikan untuk Allah dalam bulan yang suci ini. Sehingga peristiwa-peristiwa besar seperti perang dalam bulan ramadan menjadi saksi betapa para pahlawan siap bertarung dalam kegiatan kegiatan kebaikan besar. Yaitu mempertahankan aqidah dan negara mereka.

Sebut saja perang badar yang terjadi di tahun kedua Hijriyah. Sebanyak 313 orang berhadapan dengan 1000 orang Quraisy makah. Kaum muslimin dengan jumlah yang sedikit berhasil mengalahkan lawannya. Begitu juga perang tabuk, fathu makkah, andalusia yang ditaklukan oleh 12.000 pasukan Thariq bin Ziyad dengan meluluh lantakan 25.000 pasukan yang dipimpin oleh Roderick penguasa Visigoth Spanyol, yang berakhir dengan tewasnya Roderick.

Selain itu pasukan utsmani juga berhasil menggagalkan pengepungan kota selestriya yang terletak di wilayah Qorum yang dilakukan oleh 60 ribu pasukan Rusia, pengepungan yang terjadi selama 35 hari itupun tidak membawa dampak apapun walau hanya di hadapi oleh 15 ribu tentara Utsmaniyah yang kebanyakan berasal dari Mesir. Begitu juga hancurnya kekuatan Israel oleh mesir di Suez terjadi para Ramadan yang bertepatan dengan 6 Oktober 1973 dengan hancurnya benteng Berlif dan kembalinya dataran Sinai ke pangkuan Mesir.

Peristiwa peristiwa kebangkitan besar itu tak luput dari kejadian kejadian yang dilakukan dari peristiwa peristiwa kebaikan kecil oleh para pahlawan di sekitar mereka. Atau bagi para penulis yang menjadi pahlawan seperti Imam Ghazali dalam menyelesaikan Kitab Ihya Ulumuddin di bulan Ramadan. Atau mereka yang membagikan iftor di jalan jalan dan menjemput hak hak faqir miskin untuk sama berbagi kepedulian terhadap sesama. Mereka semua pahlawan yang memulai kebaikan dari yang terkecil.

Mereka hebat ketika menjadi prajurit dan hebat pula ketika menjadi Pemimpin, Dalam jiwa Pemimpin dan yang dipimpin tertanam tekad yang bulat untuk berjuang. Mereka optimis akan kekuatannya yang tak terkalahkan, dan yakin bahwa pasukannya tak akan menemui kesulitan. Optimis, bahwa setiap langkah akan diikuti oleh kemenangan. Mereka terus maju dan maju hingga Mencapai kesuksesan.

Pengorbanan seorang pahlawan begitu besar, Mungkin kita masih ingat kisah Umar bin Abdul Aziz r.a kehidupannya patut diteladani oleh para pahlawan jaman ini. Begitu menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz langsung memanggil pembantu dan meminta orang-orang yang ada di rumah supaya mengeluarkan peti-peti simpanan keluarga dan membongkar isinya. Mereka mengeluarkan isinya yang antara lain terdapat banyak catatan harta. Ketika pembantunya itu disuruh membacakan, ternyata catatan-catatan itu adalah milik bani Abdul Aziz seluruhnya.

Satu persatu catatan itu dibacakan, dan tiap kali mendengar satu catatan, beliau mengatakan, “Ya itu kepunyaanku dari ayahku,” lalu di robeknya dan harta yang tercatat di situ diserahkan ke baitul mal. Yang lain dibacakan, beliau katakan, “ ya, ini kepunyaanku dari ibuku,” beliau robek lalu hartanya diserahkan ke baitul mal seraya berdoa, “ semoga ibuku mendapat rahmat Allah.” Dibacakan pula catatan yang lainnya, kata beliau, “Ya, ini kepunyaanku hasil dagang dan ushaku,” lalu dirobeknya catatan itu dah harta yang tercatat diserahkan ke baitul mal, seraya mengatkan, “kiranya Tuhan merahmati aku…”

Begitulah sikap para pahlawan terhadap hartanya dalam bersedekah, maka jangan sia siakan Ramadan kali ini untuk berjiwa Pahlawan. (Syafrudin Umar, Lc)

Seri Ramadhan 1435 H --01-- mengalami flek, puasa batal kah?


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Salah satu masalah yang banyak membingungkan para putri adam, keluarnya flek ketika puasa. Apakah terhitung haid, sehingga puasanya batal, ataukah bukan haid sehingga tetap wajib melanjutkan puasanya.

Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah batas waktu minimal darah yang keluar bisa disebut haid. Ada 3 pendapat ulama dalam hal ini,

Hanafiyah berpendapat, batas minimal bisa disebut haid adalah 3 hari. Ketika darah itu keluar kurang dari 3 kali 24 jam, menurut hanafiyah, bukan darah haid. Sehingga tetap wajib menjalankan aktivitas sebagaimana layaknya sedang suci.

Malikiyah sebaliknya, tidak ada batas waktu minimal untuk keluarnya darah haid. Wanita bisa mengalami haid, meskipun darah yang keluar hanya sekali. Sehingga flek, menurut Malikiyah, terhitung sebagai haid.

Sementara mayoritas ulama – Syafiiyah dan Hambali – menegaskan bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Jika darah yang keluar kurang dari 24 jam, tidak terhitung haid. Sehingga flek sekali – dua kali, tidak terhitung sebagai haid.

Tarjih:
Pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa batas minimal haid adalah sehari semalam. Diantara alasan yang mendukung pendapat ini adalah

Pertama, satu istilah yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah, dipahami dengan tiga pendekatan:

Makna syariat
Makna ‘urf (anggapan yang berlaku di masyarakat)
Makna bahasa arab

Kaidah yang dijelaskan para ulama ushul, ketika ada satu istilah dalam Al-Quran dan Sunnah, penedekatan pertama adalah makna syariat, jika syariat tidak menjelaskan, berpindah pada makna ‘urf, pemahaman yang berlaku di masyarakat ketika itu, kemudian makna bahasa arab. (Taisir Ilmi Ushul Fiqh, Dr. Abdullah Yusuf Al-Judai’, hlm. 260 – 262)

Istilah ‘haid’ terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Hanya saja, dalil tentang haid dalam Al-Quran dan Sunnah hanya menjelaskan hukum-hukum yang berlaku ketika seorang wanita mengalami haid. Namun tidak dijelaskan tentang definisi dan batasan haid. Sehingga pendekatan dengan makna syariat, tidak memungkinkan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 32684)

Karena itu, mayoritas ulama mengembalikan batasan haid kepada makna ‘urf atau bahasa arab.

Secara bahasa, haid berasal dari kata hadha [arab: حاض ] yang artinya mengalir. Orang arab mengatakan, [حاضت الشجرة ] “pohon itu mengalami haid”, maksud mereka adalah pohon itu mengalirkan getahnya.

Sementara yang namanya mengalir, secara bahasa, tidak teranggap hanya dalam bentuk spots, flek, atau tetes. Semacam ini secara bahasa tidak disebut haid.

Kedua, terdapat riwayat yang disebutkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

إِذَا رَأَتِ الْمَرْأَةُ بَعْدَ مَا تَطْهُرُ مِنَ الْحَيْضِ مِثْلَ غُسَالَةِ اللَّحْمِ، أَوْ قَطْرَةِ الرُّعَافِ، أَوْ فَوْقَ ذَلِكَ أَوْ دُونَ ذَلِكَ، فَلْتَنْضَحْ بِالْمَاءِ، ثُمَّ لِتَتَوَضَّأْ وَلْتُصَلِّ وَلَا تَغْتَسِلْ، إِلَّا أَنْ تَرَى دَمًا غَلِيظًا

“Apabila seorang wanita setelah suci dari haid, dia melihat seperti air cucian daging, atau flek, atau lebih kurang seperti itu, hendaknya dia cuci dengan air, kemudian wudhu dan boleh shalat tanpa harus mandi. Kecuali jika dia melihat darah kental.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 994)

Keterangan:

Makna ‘air cucian daging’ (Ghusalah Lahm) adalah warna darah merah pucat, layaknya air yang digunakan untuk mencuci daging.

Flek atau darah yang keluar statusnya najis, dan membatalkan wudhu. Karena itu, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerintahkan agar dicuci dan berwudhu jika hendak shalat.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang status puasa wanita yang mengalami flek-flek, apakah puasanya sah? Dan itu terjadi sepanjang bulan ramadhan. Jawab beliau,

نعم ، صومها صحيح ، وأما هذه النقط فليست بشيء لأنها من العروق

“Ya, puasanya sah. Flek semacam ini tidak dianggap (sebagai haid), karena asalnya dari pembuluh.” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/137)

Beliau juga mengatakan dalam kesempatan yang lain,

فما بعد الطهر من كدرة، أو صفرة، أو نقطة، أو رطوبة، فهذا كله ليس بحيض، فلا يمنع من الصلاة ، ولا يمنع من الصيام، ولا يمنع من جماع الرجل لزوجته، لأنه ليس بحيض

Cairan yang keluar setelah suci, baik bentuknya kudrah (cairan keruh), atau sufrah (cairan kuning), atau flek atau keputihan, semua ini bukan termasuk haid. Sehingga tidak menghalangi seseorang untuk shalat atau puasa, tidak pula hubungan badan dengan suaminya, karena ini bukan haid. (60 Sual fi Al-Haid).

Berdasarkan keterangan di atas, flek yang dialami oleh wanita yang sedang puasa, meskipun itu sering terjadi, tidaklah membatalkan puasanya.

Allahu a’lam

***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits

Sumber : http://muslimah.or.id/ramadhan/mengalami-flek-puasa-batal.html