Alhamdulillahirrobil'aalamiin.. Allah,
terimakasih untuk nikmat ini... ucapku dalam hati, bersyukur.. Butiran kaca pun
tertahan di kelopak mata ini, bukan karena sedih, bukan.. tapi karena Allah
begitu sayang pada kami, padaku dan bayiku... untuk bisa bertemu, dalam dunia
nyata, melakukan sentuhan antara aku dan bayi, dan memberikanku gelar baru,
seorang ibu, karena mulai dititipkan amanah sesosok makhluk kecil nyata sebagai
anugerah terindah dariNya.
--23 Juni 2013/ 15 Sya'ban 1434 H Pkl
21.50 Waktu Sudan--
Dear My Little Mujahid, Umma sangad
bahagia, bersyukur, dan haru saat mendengar pekik tangisanmu beberapa menit
setelah kau keluar dari rahim Umma nak. Sempat rasa gundah melanda saat kau
keluar tak bersuara, sakit rasanya ketika melihat mereka para dayyah (bidan)
berusaha membuatmu bersuara dengan menepuk- nepuk keras pundakmu, memasukkan
sebuah selang entah untuk apa ke dalam tenggorokanmu.. Perih dan ngilu Umma
rasakan ketika mendengar suara tenggorokan seperti tersedak saat selang itu
dirogoh-rogoh ke dalam tenggorokanmu.. Umma tak tega mengingatnya.. tapi
beberapa detik setelah itu, tangismu pecah memenuhi ruangan, dan Umma sangad
bahagia. Allah masih memberikan takdir baiknya untuk kita bertemu nak, memberikan
amanah baru kepada Umma untuk merawatmu kelak setelah persalinan ini..
Alhamdulillah...Alhamdulillah...sungguh haru..
Dear My Little Mujahid, adalah kebahagiaan
terindah saat melihat dirimu bergerak-gerak dalam sebuah ranjang inkubator,
helaan nafasmu yang Umma lihat dari kembang kempisnya perutmu, hanya tubuh
mungilmu yang sita perhatian Umma, tak peduli perih saat dokter membantu proses
penjahitan beberapa saat setelah engkau lahir. Umma hanya ingin cepat
menyentuhmu, memelukmu mujahid kecilku. Karena seketika rasa sakit itu sirna
terganti bias cahaya syurga yang memancar darimu nak... dirimu keajaiban yang
Allah hadirkan di dalam hidup Umma....
Kau adalah cinta Umma dan Abuya nak,, atas
penantian panjang lebih dari sembilan bulan kami, berbuah kebahagiaan yang
hanya mampu terbahasakan dengan bahasa cinta, bahasa syukur atas nikmat Allah
kepada kami, amanah besar membesarkanmu menjadi hamba Allah yang tangguh,
tholabul'ilmi, yang hidup dengan cinta penuh kepada Allah dan RosulNya, yang
istiqomah kecintaannya pada Islam dan selalu bersemangat untuk memperjuangkan
tegaknya islam di bumi Allah.. amiiin..
Dear My little Mujahid, Umma dan Abuya
hadiahkan untukmu sebuah nama "AL IZZ Muhammad, yang kami ambil dari
seorang ulama dengan julukan “Sultonul Ulama” dari Mesir Al-Izz ibn Abdussalam,
nama yang bersinar dalam daftar ulama besar Islam. Kedalaman pengetahuannya
tentang syariat, obsesi yang besar tentang permasalahan umat dan solusinya,
keberanian dan kejujurannya dalam menghadapi penyimpangan korupsi oleh para
penguasa dunia muslim saat itu. Yang tidak terintimidasi oleh kekuatan
para penguasa, atau terpikat atau ditakut-takuti oleh banyak godaan menarik
yang mereka miliki. InsyaAllah sayangku, insyaAllah semoga pribadi itu juga
mengkarakter padamu.. amiiin..
***
Aku teringat kisah sembilan bulan lebih
yang lalu awal kebahagiaan saat mengetahui diriku hamil, saat periksa melalui
USG bersama suami, tertanam sudah 8 minggu sebuah janin kecil buah dari Maha
Rahman dan Maha Rahimnya Allah SWT.
Ketika tiga bulan pertama kualami masa
kehamilan dengan kepayahan, bolak- balik mengantor untuk tiga bulan terakhir
sebelum akhirnya kuputuskan untuk resign,kurasakan mual tiada henti, bahkan
sempat mengalami kecelakaan kecil bersama suami ketika mengendarai sepeda motor,
tapi Subhanallah, janin ini begitu kuat, guncangan itu tak mempengaruhinya,
ketika dokter mengatakan tidak ada masalah dengan kandunganku pasca kecelakaan
tersebut.
Memasuki
bulan keempat, sesuai petunjuk Rosul melalui sabdanya, bahwa kandungan akan ditiupkan
ruh oleh malaikat.. dan benarlah, suara detak jantung bayiku begitu membuat
takjub. Baru pertama kalinya aku dengar detak jantung begitu debar dan keras.
Andaikan saat itu suami menemani dan juga mendengarkan detak jantungnya lewat
alat ultrasonografi, pastinya beliau akan bahagia. Tapi jarak Sudan – Indonesia
pun memang terasa sangat jauh. Dan hanya bisa kuuntaikan kata pada suamiku
tentang berbagi kebahagiaan bahwa janin ini makin sehat dan kuat.
Mengandung itu, menyenangkan. Setiap ceritanya, saat
ini membuatku banyak tersenyum, dari cerita yang lucunya, sedih-sedihnya,
harunya, bahagianya, semua jadi satu seperti pelangi menghias langit pasca
hujan turun. Terlebih saat memasuki bulan bulan terakhir masa mengandung, aku
semakin merasa antusias menyambut kehadiran sang mujahid kecil, walaupun tubuh
kian berat dibawa kemana-mana, perut, pinggang, punggung yang rasanya bisa
lepas sewaktu-waktu, gerak yang terbatas, rasa sakit nyeri yang lebih sering
menyapa, semuanya menjadi sebuah kesatuan rasa yang hanya bisa diringankan
dengan memperbanyak istighfar dan dzikir baik di hati, lisan, dan perbuatan.
Ummahat Indonesia yang berada di Sudan senantiasa mengingatkan untuk terus
memperbaiki amalan kala janin makin membesar. Surat-surat panjangNya kusetel setiap
hari dan berulang-ulang. Inginku bahwa janin ini juga mulai familiar dengan
ayat-ayatNya dan berharap kelak ia cepat menghafal surat-surat di dalam
al-qur’an. Terlebih kata mereka, para sahabatku di Sudan ini, bahwa
amalan-amalan itu lah yang senantiasa memudahkan saat berkegiatan di usia-usia
kehamilanku dan juga memudahkan saat persalinan nanti.
Kisah-kisah haru biru yang kulewati bersama
suamiku pun juga banyak saat kehamilannya semakin membesar. Bagaimana kami kais
rezeki sedikit demi sedikit untuk persalinan nanti, hingga Allah hibahkan
rezeki dengan scenario begitu seru untuk suamiku. Ya, rezeki untuk mendapatkan
tugas sebagai Tenaga Musiman Haji tahun 2013 ini. Ah, kalau mengingatnya, kami
mungkin akan titikkan air mata. Sungguh! Rezeki Allah SWT itu benar-benar tak
terduga dan akan datang melalui pintu dari mana saja.
Sempat didera rasa khawatir, karena mendekati
usia kandungan 10 bulan (40 minggu), aku belum menunjukkan masa jelang
kelahiran. Tak ada hix atau mulas- mulas pertanda kelahiran. Sahabat-sahabat di
Sudan hamper setiap hari bertanya, kapan Al-Izz akan lahir. Bahkan beberapa
mahasiswa banat (akhwat) pun sudah membuat schedule jaga pasca persalinanku
nanti. Mereka begitu menanti. Ah. Aku pun juga sangad menanti kehadiranmu nak.
Tak sabar sebenarnya. Pernah di pekan ke 39, aku merasakan ada cairan agak
banyak keluar dari bawah. Kutanya ke salah satu ummahat yang berpengalaman.
Indikasi awal kami itu adalah rembesan air ketuban. Segera aku dan suamiku
pergi ke rumah sakit. Namun ketika sampai ke rumah sakit, dokter jaga bilang
bahwa cairan itu tak akan bermasalah dan aku disuruh kembali pulang. Oalaah,
padahal sudah sangat siap, lantas malah disuruh pulang lagi sama si dokter.
#tepokjidat
Melewati pekan ke 41, aku perbanyak tilawah,
menghafal qur’an, kudekatkan lagi diri ke Robb Pemegang Takdir, curhatku, bahwa
aku sangat merindukan hadirnya anakku di dalam dekapku.. tangisku makin pecah
hari Sabtu itu, meminta Allah mempercepat waktu kelahiran. Ah, kenapa aku tidak
sabar? Padahal bila kita yakin, Allah pun akan hadiahi anugerah
sebesar-besarnya untuk kami.
Tepat hari Ahad, pekan ke 41+ 4 hari, mulas-
mulas itu datang. Padahal, niat kami, bila sampai hari ahad ini, aku tak
merasakan pula mulas-mulas, maka kami akan ambil tindakan induksi. Dan yang
pastinya aku pun sudah tahu bahwa konsekuensi dari induksi adalah rasa sakit
yang lebih berat daripada rasa kontraksi normal. Namun Allah begitu baik,
takdirNya, aku rasakan kontraksi normal. Mulanya kurasakan 10 menit sekali,
kemudian menjadi 7 menit sekali, tapi terkadang menjadi 3 atau 4 menit sekali,
kemudian berubah menjadi 7 menit sekali. Tidak normal. Dokter mendiagnosis
kehamilanku yang sudah melewati masa estimasi persalinan. Bila hingga 6 jam
kontraksiku tak mengalami progress, maka mereka akan mengambil tindakan
operasi. Innalillah,, aku genggam tangan suamiku, aku hanya ingin persalinan
ini normal dan cepat. Bagaimana bisa? Padahal rasa kontraksi ini begitu
mengiris- ngiris seluruh tubuh. Sakitnya bukan main. Sedangkan dokter punya
planning yang tak sesuai dengan keinginan. Doaku makin kuperkuat. Allah, aku
hanya ingin persalinan ini normal. Wondering bila persalinan ini melalui
section (operasi), kegiatanku kan makin terbatas karena harus menunggu
pemulihan jahitan di perut. Ah, tidak! Kutepiskan bayangan-bayangan operasi,
kufokuskan untuk bisa melahirkan normal.
Enam
jam yang diberikan dokter mendekati batas, namun progressku pasif. Dokter sudah
menyuruh suamiku untuk siap-siap membeli obat-obatan pendamping operasi, infus,
suntikan, dan lain sebagainya. Suamiku menyuruh memperbanyak dzikir dan doa.
Aku tetap berdoa, perbanyak dzikir, dan mendoakan untuk umat, kudoakan untuk
qiyadah, untuk permasalahan-permasalahan yang sedang melanda umat. Kulihat
suamiku sedang berbicara dengan dokter yang memberiku vonis tadi. Entah apa.
Tapi kuyakin ia pun sedang membujuk dokter untuk bisa melakukan persalinan
normal. Alhasil, dokter memberikanku tambahan waktu hingga 2 jam ke depan.
Apabila hingga pukul 9 aku pun masih tak memiliki progress, maka tindakan
operasi tetap akan dilanjutkan.
Sebagai
bantuan untuk mempercepat proses keluarnya janin, dokter memberikanku suntikan
induksi. Dan itu sangad membuatku makin menderita. Kontraksi bukan hanya terasa
permenit sekali, tetapi terus menerus terasa ngilu. Hampir saja aku ingin
teriak mengeluh rasa sakit itu, tapi Alhamdulillah yang keluar adalah dzikir
dan doa kepada Allah. Rasa sakit itu mungkin agak membuat hilang sikap sopan
santunku. Memanggil dayyah yang tua dengan jentikan jari, dan sedikit berteriak
saat mereka tak menggubris panggilanku. Dan gilanya, aku bahkan meminta untuk
dicek terus menerus dengan kedua jari masuk ke dalam vaginaku. Aku tak tahu apa
istilahnya dalam kedokteran, namun cara itu agak membuat rasa kontraksiku
berkurang. Hingga aku meyakinkan dokter bahwa si bayi sudah berada di bawah.
Caraku pun itu berhasil! Aku diperbolehkan untuk naik ke kursi persalinan.
Sedikit membuatku lega, walau rasa kontraksi itu begitu mendera.
Hampir 1 jam aku mengejan berusaha mengeluarkan
bayiku. Tak tahu berapa dokter yang membantu proses kelahiranku. Satu, dua,
lima! Ditambah satu dayyah tua yang berusaha mencoba mengeluarkan kepala si
bayi. Tenagaku makin lemah, karena hampir 12 jam aku berada di rumah sakit ini,
tanpa makan, bahkan minum pun aku tak nafsu. Seramah mungkin dokter
memberikanku kekuatan lewat supportnya, dan.. “Allah…..!!” keluarlah bayiku
tepat pukul 21.50 waktu sudan. Begitu bahagianya melihat si kecil yang sedang
diurus oleh para dayyah di atas sebuah ranjang incubator. Aku merasa dekat
dengan si kecil. Aku begitu bahagia.
Kebaikan-kebaikan dan kasih sayang Allah pada
makhlukNya memang tak terkira. Malam itu pun aku diberikan sebuah hikmah,
tentang sesakit apapun derita yang dirasa saat mengandung, saat berusaha untuk
mengeluarkan si kecil, tetap dzikir dan do’a adalah penguat jiwa. Apalagi Allah
janjikan mustajab doa di masa- masa jihad itu. Dan memang aku pun setuju
tentang pertolongan Allah saat kita perbanyak dzikir, perbanyak mengingatNya….
Karena memang belum tentu setelah persalinan itu Allah masih memberikan
kesempatan padaku takdir bernyawa. Namun karena doa, sebagai pengubah atau
penggeser dari takdir itu, maka Allah masih memberikanku kesempatan kehidupan,
bertemu dan memberikan cinta kepada si kecil. Saat persalinanku itupun,
bersamaku ada seorang ibu jelang persalinan berkebangsaan Ethiopia. Aku tahu
kontraksi itu begitu sakit, sehingga dzikirku makin kuperbanyak ketika dokter
memberikanku suntikan induksi. Sang ibu, memang tak diberikan suntikan induksi,
tapi mungkin memang rasa kontraksi yang dirasakannya begitu hebat, hingga ia
mengaduh dengan bahasanya, membuat suara berisik, karena mungkin tak tahan
dengan rasa sakitnya. Aku juga heran dengan para dayyah yang tidak
memberikannya support, malah mendiaminya, atau bahkan saat ia berteriak
kesakitan, sang dayyah malah mengomelinya. Hingga ia naik ke tempat persalinan,
tak lama setelah bayiku lahir. Aku pun masih berada di kursi persalinan
sebelahnya menunggu selesai jahitan-jahitan pasca persalinan. Dibantu dengan
hanya satu dayyah dan dua dokter ia pun berusaha untuk mengeluarkan sang bayi.
Karena ia mengaduh begitu keras dan lagi-lagi membuat suara berisik, sang
dayyah pun memarahinya. Terkadang memukul paha dan bokong sang ibu. Ah,
kasarnya dayyah itu. Mengejan pertama dan kedua, bayinya masih belum keluar.
Hingga ejan yang ketiga, bayinya pun keluar. Namun, ah! Tali pusat bayi melilit
agak kencang pada leher sang bayi. Aku yang melihat di samping pun miris.
Ketika secepat mungkin dayyah menolong dengan memutar dan melonggarkan tali
pusat yang melilit dan memotongnya. Pertolongan selanjutnya yang hampir sama
ketika bayiku keluar pun mereka lakukan. Menepuk-nepuk keras punggung sang bayi
untuk merangsang bayi agar menangis. Tak berhasil dengan cara itu, sang bayi
dimasukkan selang untuk mengeluarkan cairan- cairan ketuban yang didiagnosis
banyak masuk ke dalam tubuhnya. Tak juga berhasil. Hingga, ah! Miris
sebenarnya, sang dayyah mencoba menggoyang-goyangkan tubuh sang bayi dengan
membalikkan tubuh sang bayi, kepala di bawah, kaki di atas, diguncang-guncang.
Namun tak membuahkan hasil. Ada apa dengan bayi ini? Doaku, agar bayi itu
diberikan nyawa dan diberikan kesempatan hidup untuk bercengkrama dengan
ibunya.
Ketika sedang kususui si kecil, dokter datang dan
menghampiri sang ibu yang bersalin bersamaku. Ia membawa berita duka. Bayi yang
tadi tidak bisa diselamatkan. Sejak keluar, bayi memang sudah tak bernyawa.
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Derai air mata ibu itu pun tumpah. Aku pun
sangat sedih. Sembilan bulan mengandung, Allah berikan takdir kepada sang ibu
agar kembali bersabar menghadapi ujian. Tak sangka, bahwa Allah pun
memberikanku pelajaran tentang kematian yang begitu dekat. Sebuah perbedaan
yang sangat kontras antara aku dan si ibu. Antara aku yang bahagia, dan si ibu
yang begitu sedih. Padahal saat Al-Izz keluar dari rahimku, sang ibu yang masih
menahan rasa sakit kontraksi memberikan senyuman padaku. Aku yakin maksudnya
adalah “Selamat, untuk kelahiran anakmu”.. dan begitu kontras dengan kata- kata
yang kuucapkan padanya.. “bersabarlah, Allah sedang sayang padamu dan
memberikan bantuan padamu masuk ke syurga lewat anakmu yang tiada”.
Mengingat kejadian itu, Allah coba memperlihatkan
antara dua hal kepadaku sebagai manusia, yang mungkin ketika itu, ada terselip
pikiran negatif bila anakku tak hidup saat sudah dilahirkan. Allah menyuruhku
bersyukur, tentang nikmat yang diberikan dan memperlihatkan bagaimana kekuatan
doa itu luar biasa. Ketakutan akan nasib malang pada si kecil, berbuah manis
karena dampak dari doa. Di samping bersyukur,Allah juga mengingatkanku untuk
selalu extra bersabar kala mendapat ujian sama seperti ibu itu. Yang harus
kehilangan anak yang dinanti kehadirannya, menangis, namun harus tetap bersabar
dengan cobaan yang mendera.
Dan sekarang, 48 hari kelahirannya, aku amat
sangat menikmati peran baru menjadi seorang ibu, umma, merawat dengan sabar
mujahid kecilku, salah satu wasilah besar untuk mencapai syurga. Dan karenanya,
butuh ilmu, power, semangat dan kasih sayang besar yang harus ditambah demi dapat
mentarbiyah mujahid kecil ini agar dapat menjadi hamba Allah SWT yang bertaqwa.
Suamiku, aku sangat mencintaimu, ketegaranmu,
kesabaranmu, dan penasaranmu untuk bisa membantuku dalam proses lahir, walau
hanya dalam bentuk doa, karena aturan yang tak membolehkanmu masuk ke ruang
persalinan, namun aku seperti mendapatkan kekuatan dari doa-doa dan motivasimu
lewat pesan singkat.
Kepada Ummahat Sudan, terkhusus kak Siti Maheran dan untuk semua saudara-saudariku di jalan Alloh yang telah
memberi doa, dan berbagai kebaikan kepada saya, semoga Alloh merahmati kalian
dan keluarga insya Allah.