Ahsanu 'amala...mujahadah...dicontohkan bangsa yang belum kenal Rabbul 'alamin.
BAgaimana dengan dengan kita?
Say YES to GAMBARU !
by Rouli Esther Pasaribu
Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah
tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang
mati-matian sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena
tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu : motto
gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni
gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama),
motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih
lagi). Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain
selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.
Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 yang cemen gitu2 aja yang
kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya... berhenti aja.
Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya :
"doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun
juga dan berusaha abis-abisan)
Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras"
dan "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter
ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti
keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas
persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan
itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada
dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa
dihadapi dengan gambaru, titik.).
Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga
ngerti, kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah
hidupnya. Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh
gambaru di sekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang
tipis2 biar ngga manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga
boleh pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai
itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37
derajat mah ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi
sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia
melawan penyakitnya itu sendiri. Akibatnya, kalo naik sepeda di
tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an kecapean, otomatis
Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang,
mama ayo fight!). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru
Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting
banget dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi
dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di
indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, gempa bumi di
padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah hal yang gampang untuk
dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh
lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan
tsunami terparah dan terbesar di dunia.
Mencontoh TV kita . . . . . wajaaaaaaar banget kalo kemudian
pemerintah dan masyarakat jepang panik kebingungan karena bencana ini.
Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga
tau mesti ngapain. Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya
bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar
ala lagu-lagu Ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang
berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan
kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini
benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat
wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.
Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama
bencana, gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala Ebiet diputar di
stasiun TV. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam.
Video klip tangisan anak negeri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu
(lagu ala Ebiet, rekening dompet bencana, video klip tangisan anak
negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong?
Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :
1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu
menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar
warga di wilayah tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan
pemadaman listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang
terkena bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga
yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar
bernilai banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya
tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi
bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru,
yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan
sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :
*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget,
tapi tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di
tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara.
Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan
menyerah)
*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena
itu, kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat
melewati bencana ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik
bintang terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai,
lihatlah ke atas.
Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan
bencana ala gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat
yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah
Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya
terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa
dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu. Bisa
dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU.
Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan
dalam hidup.
Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan.
Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua
kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka
tanyalah pada rumput yang bergoyang.....I guarantee you 100 percent,
selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat
sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju. kalau ditilik
lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan
hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bertanggungjawab
terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas
lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah,
ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan baru
ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.
Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan,
untuk apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada
gunanya, kalo mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian,
kalo di Jepang mah nanggung. Begitulah kata beliau. Sempat terpikir
juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go international ya
mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang ini. Toh
sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga
akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw
ngedaleminnya sastra jepang dan bukan sastra inggris atau sastra barat
lainnya.
Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang
menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang. Pernyataan
beliau adalah salah sepenuhnya. Mental gambaru itu yang paling megang
adalah jepang. Dan menjadikan mental gambaru sebagai way of life
adalah lebih berharga daripada go international dan sejenisnya itu.
Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di
mana saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang
abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang
ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang. Dan gw bersyukur ada
di sini, saat ini.
Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus,
di mall, di iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau
di mana pun itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa raga. Sebaliknya,
gw akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni
gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha
itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni
tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan
terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan
mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap
hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian
semuanya, orang-orang Jepang).
Share the happiness
Tidak ada komentar:
Posting Komentar